Minggu, 08 Januari 2017

Question Types in English

Yes-No Questions
Formulas : Aux + Subject + rest of the question ? and Aux + Subject + Verb + rest  of the question
yes-no question is an interrogative constructions. that expects an answer of "yes" or "no." In yes-no questions, an auxiliary verb typically appears in front of the subject.

Three Varieties of Yes-No Question

Inversion                              inversion with alternative
-Are you leaving?                 Are you leaving or staying? 

The inverted question merely inverts the subject and the first verb of the verb phrase of the corresponding statement pattern when that verb is either a modal or an auxiliary verb or the verb beand sometimes have. The question itself may be positive or negative:
She is leaving on Wednesday.
Is she leaving on Wednesday?
. . . A positive question appears to be neutral as to the expected response--yes or no. However, a negative question seems to hold out the distinct possibility of a negative response.
Are you going? Yes/No.
Aren't you going? No.

(Ronald Wardhaugh, Understanding English Grammar: A Linguistic Approach. Wiley-Blackwell, 2003)

The yes-no question is found in three varieties: the inverted question, the typical exemplar of this kind; the inverted question offering an alternative (which may require more than a simple yes or no for an answer); and the tag question (details definition will explained next)


Wh-Questions

Who (Person)              
 What  ( Things)                
Where (Place)              
Why  (Reason)                                
When  (Time) 
How   (Process)          
Which   Choose

If there is a auxiliary verb that precedes the main verb ( for example: can, is, are, was, were, will, would...), add the question word and invert the subject and the helping (auxiliary) verb.

He will go to China. — Where will he go?

If you ask about the predicate and there is no helping (auxiliary) verb and the verb is "to be", simply add the question verb and invert the subject and the verb.

The book is boring . — How was the book?

If there is no helping (auxiliary) verb in the the predicate and the main verb is not "to be", add the auxiliary "do" in the appropriate form.

He lives here . — Where does he live? 






Tag Question
Tag Question is used frequently in spoken English when you want someone to agree or disagree.
·         positive statement → question tag negative → You are teacher, Aren’t you?
·         negative statement → question tag positive → He is not teacher, is he?

Possible answers are Yes or No. If you use Yes, do not use contracted forms. If you use No, contracted form are possible.

·         Yes, he is.
·         No, he is not. or No, he isn't. or No, he's not.
Special points

Tag Question use Auxiliary
You've got the money, haven't you?

without auxiliaries (don't, doesn't, didn't)
·         They sent a letter, don’t they?

Questions tags are used to keep a conversation going. You can agree or refuse to a sentence with a question tag. Although the negative word not is not in the sentence, the sentence can be negative. Then we use the positive question tag.

·         He never take you out, doesn’t he?

If have is a main verb in the sentence and refers to states, there are two possible sentences – We have a car, _____?

·         We have a car, haven't we? mostly British English
·         We have a car, don't we? mostly American English

Use will/would with imperatives (Simple Present).

·         Turn off the TV, will you?
·         Turn off the TV, would you?
We use won't with a polite request.
·         Turn off the TV, won't you?
We use shall after Let's.
·         Let's take the next bus, shall we?
Auxiliary must
We must be at home at 8 pm, mustn't we?
·         Yes, we must.
·         No, we needn't.
Personal pronoun I
I am late, aren't I?
This form is commonly used (mostly informal). It is because there is no contracted form for am + not (amn't). Grammatically correct would be: am I not. This is only used in formal situations.

Rhetorical Question Definition
A rhetorical question is asked just for effect or to lay emphasis on some point discussed when no real answer is expected. A rhetorical question may have an obvious answer but the questioner asks rhetorical questions to lay emphasis to the point. In literature, a rhetorical question is self-evident and used for style as an impressive persuasive device.

Common Rhetorical Question Examples
Rhetorical questions, though almost needless or meaningless, seem a basic need of daily language. Some common examples of rhetorical questions from daily life are as follows.

·         “Who knows?”

·         “Are you stupid?”

·         “Did you hear me?”

·         “Ok?”

·         “Why not?”

Mostly, it is easy to spot a rhetorical question because of its position in the sentence. It occurs immediately after the comment made and states the opposite of it. The idea again is to make a point more prominent. Some rhetorical question examples are as follows. Keep in mind that they are also called tag questions if used in everyday conversation.

·         “It’s too hot today. Isn’t it?

·         “The actors played the roles well. Didn’t they?


Hypothetical questions

A question based on certain proven or assumed facts, and formulated to arrive at a generalized answer applicable in most such situations in the absence of dependable data.

A collection of hypothetical questions

If you had only 24 hours left to live, what would you do?

If you need a ride at 3:00 in the morning who would you call?

If you needed a Kidney, who do you think would be willing to donate one to you?

leading question 

leading question is one that suggests an answer, that implies that there is a proper answer. The term comes from law, where the courts insist that questions that suggest answers are not asked because they restrict the right of witnesses to speak freely.
Do you have any problems with your boss?
This question prompts the person to question their employment relationship. In a subtle way it raises the prospect that there are problems.
Tell me about your relationship with your boss.

This question does not seek any judgment and there is less implication that there might be something wrong with the relationship.


 http://www.myenglishpages.com/site_php_files/grammar-lesson-wh-questions.php
http://www.englisch-hilfen.de/en/grammar/qu_tags.htm
http://literarydevices.net/rhetorical-question/
http://www.gettoknowu.com/LifeLessons/hypothetical_questions_03.php
https://www.usingenglish.com/
http://www.mediacollege.com/journalism/interviews/leading-questions.html


Continue reading Question Types in English

Selasa, 03 Januari 2017

Sister's Love

Pagi itu tak bersahabat langit seperti mengerti betapa tersiksanya aku, ia pun menangis.
Aku sedang duduk dikedai kopi milik Heyna sahabat Ibuku di Pourt menikmati udara dingin di kota ini dengan hati yang mendung.

Aku coba memahami setiap skema hidup yang telah ku jalani. Aku tahu ini tak pantas untuk di tangisi.

Perjalanan ku bersama Antonio di Pourt, menguatkan cinta dalam hati ku untuk nya.

Antonio memaksa agar ia bisa menemani ku di Pourt untuk paling lama dua sampai satu minggu pujuk nya. Ia juga yang paling keras menentang ku untuk tidak pergi ke kota jauh dari keluarga.

Aku harus pergi menjauh dari kembaran ku. Setelah apa yang kami alami, aku harus mendewasakan dia dengan menjauh dari nya.

Saat itu Kami masih remaja, namun jiwa pemberontak adik ku kuat. Tengah malam belum kembali dari luar.

Aku tak bisa diam ditemani bibi Veye yang merawat kami dari kecil, aku mencari dari sudut kota ke beberapa kedai kopi yang mungkin disinggahinya.

Lelah berjalan ditengah malam, kami jumpa dengan pria mabuk. Aku ketakutan bukan main, hingga tak bisa bernafas. Ku lihat bibi Veye dengan tubuh renta nya berusaha melindungi ku, aku tahu dia lebih takut aku bisa merasakan tubuhnya bergetar.

"Serahkan uang mu atau kau mati". Teriak pria itu.

Bibi Veye mencoba melawan dengan kata-kata kasar dan PLAAKKKK!!!!!
Bibi Veye tersungkur jatuh akibat di tampar dengan keras oleh pria itu. Aku coba berontak aku lihat kayu yang ada di kaki ku, langsung aku membuat pertahanan sperti menggenggam pistol walau itu hanya kayu. Sambil menangis ku berteriak "Kau tidak punya hati! Tidak lihat kah kau siapa yang kau sakiti? Seorang perempuan tua yang hanya berusaha melindungi anak nya". Suara ku gemetar betapa takutnya aku saat itu.

"Masih untung kau tidak ku bunuh". Balasnya sambil mengambil tas kecil bibi yang terjatuh setelah itu pergi.

Aku mencoba membantu bibi Veye berdiri kamipun pulang.

Kemarahan ku memuncak. Saat melihat adik ku belum ada juga di rumah namun aku tetap bersabar.

Saat pagi tiba, aku lihat bibi sudah membaik walau masih trauma. Aku bersumpah tak akan memaafkan adik ku.

Aku mendengar suara gaduh diluar tanda adik ku pulang. Tak bisa ku tahan emosi aku mengambil ember berisi air dingin dan ketika ia buka pintu aku langsung menyiram nya dengan air.

Tak kusangka ia begitu marah hingga mendorong ku bahkan memukuli ku. Aku rasakan bau alkohol dari mulut nya.

Bibi berteriak seketika suasana gaduh bukan main, aku kehilangan akal dan menampar keras adik ku. Aku mencoba menjelaskan kejadian semalam namun adik ku tak mendengarkan ku. Ia langsung pergi dari menutup pintu dengan keras. Bibi memeluk ku erat dan menangis.

Langit menguning adik ku belum pulang, aku khawatir sekali dan merasa bersalah seharusnya aku tanya ia pergi kemana dan alasan nya tidak pulang semalam, aku bertekad meminta maaf. Namun percuma, sama seperti semalam telpon nya tak bisa di hubungi. Aku ketakutan. Pikiran ku kalut. Takut terjadi sesuatu dengan adik ku.

Akupun berniat menghubungi polisi. Alangkah tegangnya aku hampir saja telpon terjatuh kelantai, polisi sedang berdiri mengetuk pintu rumah ku.

Tatapan ku langsung mencari bibi dan iapun sama kaget nya melihat kami.

Aku mencoba membuka pintu, setelah itu aku terima surat penangkapan, adik ku terlibat perkelahian dengan seseorang di klub malam.

Aku kelu membiru aliran darah ku seperti terhenti. Aku merasa gagal menjadi seorang kakak.

Dimana aku saat itu? Mengapa adik ku jadi seperti ini!

Antonio datang setelah ditelpon bibi, aku melihat nya dari kejauhan berdiam membatu melihat ku.

Ketika polisi bertanya dimana adik ku, tanpa berpikir panjang aku langsung mengaku bahwa yang dicari polisi adalah aku. Ku pikir kami begitu mirip hingga tak mungkin ia dapat mengenali jika aku bukan yang dicari mereka.

Antonio berteriak begitupun bibi mencoba menghentikan polisi bahwa ada kesalahan, namun aku tersenyum pahit mencoba memberi isyarat dengan anggukan bahwa semua akan baik-baik saja.

Setelah yang ku lalui dipenjara menorehkan banyak luka dan pelajaran. Membuatku semakin percaya diri, bahwa ini adalah hukuman yang pas untuk kakak yang tak bertanggung jawab seperti ku.

Antonio, bibi, dan adik ku berdiri menyambutku keluar dari penjara.
Adik ku yang paling pertama berlari kearah ku, dan memeluk ku erat.

Aku memaafkan adik ku. Seperti dulu ibu ku memaafkan ku ketika aku salah. Aku begitu bahagia.

Setelah beberapa bulan keluar Kuputuskan pergi ke kota Pourt disana, aku telah diterima disebuah pabrik perabotan rumah tangga sebagai administrator, aku bahagia pikir ku ini awal yang baik bagi perekonomian kami.

Terutama sekarang aku memegang tanggung jawab bibi dan adik ku.

Aku pergi membawa Antonio bersama ku.
Saat tiba diflat yang kecil ini kami tertawa bersama sebab bagaimana cara nya kami tidur.

Aku merapikan pakaian kami dan ku lihat Antonio tengah sibuk dengan kamar tidur yang langsung menyatu dengan ruang tamu, ya tak ada ruangan lagi hanya ada dapur pemisah dari tembok flat ini.

Aku tersenyum lebar melihat ini, Antonio memasang gorden untuk memisahkan tempat tidur ku dan dia, walau kami satu ruangan namun terpisah dari gorden. "Ide bagus". Gumam ku tersenyum. Kamipun kelelahan dan tertidur.

Saatnya tiba, hari pertama aku menjalani tes wawancara sebelum aku benar-benar sah menjadi karyawan. Ini akan mudah pikir ku.

Antonio mengantarkan ku sampai pabrik yang begitu luas aku berpamitan padanya dan berkata untuk menjemputku saat aku pulang.

Ketika keluar dari pabrik ku lihat pria tampan dengan topi berdiri menatap kearah ku, aku mengenali nya dia kekasih ku Antonio.

Sesampainya dirumah, aku langsung di suguhkan banyak makanan yang telah di masak Antonio, aku bergumam bahwa dia adalah pria idaman.

"Benarkah? Itu artinya kau mau menikah dengan ku?". Mata nya langsung berbinar melihat ku.

Aku kikuk dan malu, menundukkan kepalaku. Aku terdiam dan mencoba membalas candaan nya dengan nada sedikit ditekan padahal aku bahagia.

"Siapa bilang?". Tantang ku. Dan kamipun tertawa.
Seharian ini aku sangat lelah, dan mencoba memegangi leher ku yang sakit karna kebanyakan duduk.

Dengan lembut nya aku merasakan sentuhan Antonio memijat pundak ku. Aku tersenyum ke arah nya.

Aku memutuskan untuk tidur saat itu Antonio mempersilahkan ia pun menuju tempat tidur kami yang hanya terpisah oleh gorden.

Dalam hati aku begitu senang dan nervous karna disebelah ku ada Antonio dan aku tidur menghadapnya, aku juga bisa merasakan ia tidur menghadap ku, walau terpisah dari gorden tipis ini

Satu minggu berlalu tibalah saat nya Antonio pergi, itu artinya kami akan berhubungan jarak jauh saat ini dan kami berjanji untuk bertemu setiap bulan.

Di kamar kecil ini, saat ia merapikan barang yang akan dia kemas Aku memegang punggung tangan nya dengan lembut dari belakang, tak menyadari aku datang sebelum nya Ia berbalik dan menatap ku lama. "Kau tahu kan ini waktu nya aku pergi". Gumamnya lembut

Aku mengaggukan kepala ku dengan pelan sambil berkaca-kaca, ia memegang pundak ku dan memeluk ku.

"Jangan menangis bagaimana bisa aku meninggalkan mu sementara kau menangis begini". Bisik nya ditelingaku

Aku tak peduli aku memeluknya semakin erat dan menangis. Aku tak bisa berkata walau ada berjuta kata yang ingin ku sampaikan betapa beruntung nya aku memiliki nya, dia adalah ayah ku yang melindungi ku, dia adalah sahabat ku yang dapat menguatkan ku, dia adalah kakak ku yang dapat membelaku dan dia adalah kekasih ku yang tak akan pernah ada yang dapat seperti dia atau menggantikan posisi dia di hati ku.
Entah kenapa saat bersama nya aku tenang, saat bersama nya walau didepan ku ada jurang curam aku bisa melawan nya berdua, aku sanggup dan berkata aku kuat.

Lama sekali aku memeluknya dan ia membiarkan ku, selama itu memeluknya ia mengajak ku duduk di sofa kecil yang cukup untuk dua orang. Dia membelai kepala ku dengan lembut. Tangan nya mengangkat dagu ku dan memnempelkan bibirnya pada ku.

Lama aku merasakan kehangatan nya aku, kami pun lalu tertidur. Sesaat ia akan pergi aku tak bisa melepas tangannya dan memaksanya untuk berjanji akan melindungi bibi terutama adik ku. Seperti yang ku duga, jawaban Antonio selalu membuat ku tenang.

Satu bulan lama nya tiba saat aku berjumpa kembali dengan Antonio, namun aku tak bisa pulang, aku mengirimkan gaji pertama ku pada bibi dan adik ku yang amat ku rindu untuk keperluan mereka, lebih dari itu kami hanya bisa bersua lewat suara telpon. Semua baik-baik saja ku pikir.

Antonio belum juga membalas sms bahkan handphone nya tidak aktif. Aku gelisah bahkan satu bulan berlalu tidak ada yang bisa dihubungi lagi tidak Antonio maupun keluarga ku.

Aku putuskan untuk pulang kembali, karena kegelisahan ini yang membuatku tak bisa tertidur.

Aku pulang dengan hati yang begitu riang, rindu, segalanya bercampur. Dari kejauhan ku lihat rumah tua itu. Walau sekecil itu aku tetap merindukannya dan rumah itu tetap yang ternyaman untuk ku.

Aku mencoba membuka pintu rumah ku namun terkunci.Dalam hati aku Mencoba membuat bibi Veye kaget dan senang melihat ku. Sengaja aku tak menghubungi nya kembali selain akses sinyal yang mungkin sulit, aku memutuskan untuk membuat kejutan dengan kepulangan ku Sudah sekitar 10 menit lamanya aku berdiri memanggil namanya tapi tak ada yang jawab, aku coba menghubungi nya.

Baru saja ku akan meraih telpon genggam ku dalam tas, seseorang dari kejauhan memanggil ku dan bergegas berjalan ke arah ku.

Ah, aku mengenal nya dia adalah paman Siyl. Dia tampak muda dan sehat. Aku menanyakan kabar nmun ia seperti memotong perkataan ku.

"Bibi Veye sedang pergi dan tak tahu kapan akan kembalj, ini kunci rumah nya". Teriaknya dengan lembut.

Aku masih terdiam tak mengerti. Ia mengajak ku duduk ditepi teras rumah kami.

"Aku tahu suatu saat nanti kau pasti pulang, untuk itu Veye menitipkan kunci ini pada ku". Ungkapnya sambil memberikan kunci rumah yang ku kenal itu.

Lidah ku masih kelu berusaha untuk mencerna setiap perkataannya. Berjuta pertanyaan mulai bermunculan tapi aku biarkan paman meneruskan pembicaraanya.

"Tidak perlu khawatir Antonio pergi bersama mereka, Adik mu jatuh sakit. Saat kau pergi, Ia langsung jatuh sakit dan tak bisa berjalan. Entah apa masalahnya tapi Veye coba menutupi nya dari mu. Ia tahu bahwa kau sangat berambisi tinggal dikota jadi tak mau merepotkan maupun mengkhawatirkan mu, kami tahu semua ini. Kami melihatnya.

"Tapi bagaimana bisa hanya selang sebulan? Ini begitu cepat dan tak masuk akal". Kata ku dengan lantang.

"Kau tahu Veye sudah tak muda lagi ia tak kuat untuk merawat adik mu sendirian, kami tidak mengetahui sampai Antonio pulang dan melihat adik mu sedang tak berdaya". Jelas nya.

Aku menangis. Bodoh. Kini kesalahan yang lebih fatal lagi telah ku buat.

"Jadi sekarang mereka kemana?". Tanya ku disela tangis ku.

"Di rumah kerabat Antonio di syerrif (nama kota) mereka akan merawat dan mengobati adik mu". Ungkap nya mencoba menghibur.

"Bisa kau beri tahu alamat nya". Pinta ku.

"Tentu". Sambutnya.

Saat itu juga aku berangkat ke kota asing nan jauh tersebut. Aku tak peduli lagi. Marah rasanya. Mereka membiarkan aku tak tahu keadaan ini, sedangkan mereka menghilang.

Lelah yang ku rasa, bingung dan hancur semua kesakitan sedang ku alami saat ini. Aku tak mau berhenti mencari meski kaki ku tak sanggup melangkah lagi.

Pagi itu, aku merasa asing ternyata aku tertidur disebuah rumah penduduk yang ternyata mengenal alamat yang ku tuju.

Mereka langsung mengantar ku kesana. Aku sedikit beruntung.

Apa yang ku dapat disana bukan seperti yang ku bayangkan. Aku dibawa kesebuah rumah sakit dan mereka tak menjelaskan apapun. Aku melihat adik ku terbaring. Dan akupun jatuh lemas lalu mereka mengajak ku kesebuah ruangan intensif dan mereka memperlihatkan seseorang didalam sedang aku memperhatikan dari balik kaca. Antonio.

Aku menutup mulut ku, tanda tak percaya. Apa ini. Apa semua ini.

Aku mual dan pusing tak bisa bernafas. Mereka mengangkat tubuh ku yang lemas tak berdaya.

Setelah siuman aku diceritakan bahwa mereka mengalami kecelakaan saat akan menuju ke kota ini.

Aku tak sanggup mendengar apapun lagi.
Aku menyuruh mereka untuk berhenti.
Aku tersadar seseorang namun aku takut bertanya karna aku takut hal yang lebih buruk terjadi.

"Dimana bibi Veye?". Tanya ku dengan tatapan penuh air mata. Aku berteriak mengulangi perkataan ku pada mereka, dan tidak ada yang berani menjawab pertanyaan ku. Aku sudah menduga nya.

Saat itu aku berharap aku saja yang mati.

Satu bulan lebih akhirnya semua membaik. Namun hati ku tidak.

Antonio lebih dulu diizin kan pulang, sedang adik ku harus lebih mendapat perawatan lebih intensif.

Aku tak berani mendekat pada Antonio walau dia tahu aku ada, dia tetap diam seribu bahasa pada ku maupun pada setiap orang yang mengajaknya berbicara. Trauma akan kecelakaan masih membayanginya.

Aku merasa ini saat nya aku harus pulang merapikan segala urusan ku dikota. Menata dan menyiapkan kembali hati dan pikiran ku setelah itu aku akan kembali kesini.

Merekapun mengijinkan ku terlebih Antonio yang membelai wajah ku. Beribu maaf tak akan pernah puas aku katakan pada nya. Namun, tetap ia malah mengatakan bukan salah ku.

Aku seperti mayat yang berjalan. Mungkin jantung ini masih berdetak tapi sesungguhnya aku sudah mati bersama kesakitan ini.

Aku tak bisa melihat bahagia yang ada lagi dalam hidupku.

Entah butuh berapa lama aku harus menata hati ini dan kembali kesana, tapi adik ku membutuhkan ku. Aku harus kembali.

Aku sudah kembali dan melihat perubahan yang signifikan pada adik ku, ia sudah mulai berlatih berjalan ditemani Antonio.

Aku melihat mereka berdua dengan tersenyum, entah kalaupun aku memiliki lautan rasanya tak sebanding untuk membalas kebaikan Antonio dan keluarga nya.

Adikku, maafkan aku. Hanya kata itu yang terus ku ucapkan saat bersama adik ku.

Adik ku begitu kuat dan tegar. Aku masih tak bisa memaafkan diri ku sendiri. Tapi, aku mulai megetahui bahwa faktanya bibi Veye meninggal bukan karena kecelakaan tetapi sebelum kecelakaan, itu alasan Antonio membawa adik ku jauh ke luar kota. Paman Siyl berdusta pada ku. Entah fakta ini tak juga membuat hati ini terobati, malah lebih parah sakit nya.

Aku harus kembali kekota. Adik ku berteriak aku egois. Namun, tak bisa kusangkal, tapi ini adalah perjuangan juga untuk adik ku sebab tak mungkin kami membebankan keuangan juga pada Antonio.

Aku merasa percintaan ku dengan Antonio menjadi hambar bukan karena mengurang nya rasa cinta ku. Tapi karena kekecewaan ku pada diri ku sendiri. Dan aku juga merasakan hal yang sama pada Antonio.

Satu tahun lebih aku mengurus adik ku dengan pulang-pergi dari Pourt ke Syerrif yang membutuhkan waktu 5 jam perjalanan.

Antonio menyarankan ku untuk tidak terlalu sering berkunjung sebab jarak yang begitu jauh. Ia berjanji akan menjemput ku saat adik ku sembuh.

Aku setuju. 10 bulan lamanya aku tidak pulang, aku terus bekerja dan memberikan apa yang adik ku butuhkan.
Tiba saatnya aku untuk kembali. Saat itu musim hujan, aku tetap pulang.

Hujan terus mengguyur badan ku namun aku tetap menyusuri jalan setapak demi bisa sampai menemui dua orang yang kucintai. Adik ku dan Antonio.

Akhirnya tiba aku putuskan untuk mengambil jalan dari arah belakang rumah membuat kejutan. Kamar adik ku tepat ada di arah belakang rumah Antonio.

Rumah ini rasanya asing namun, aku akan menemui dua orang alasan aku hidup di dunia ini.

Ku percepat langkah kaki ku hingga sampai pada dinding kamar adik ku, ku pegang dinding itu. Aku merindukan orang yang ada di dalam nya gumam ku, dan dari dalam aku mendengar suara nya. Yaa!! Aku girang bukan main dan mencoba menguping sepertinya ia bicara pada Antonio.

"Kapan kakak ku akan sampai?" Tanya nya. Aku tersenyum kecil. Dia tak tau aku dibalik dinding ini.

"Mungkin sebentar lagi". Gumam Antonio
Aku masih menguping dan mencoba mengagetkan mereka dari jendela kamar adik ku.

"Kau kenapa? Seperti tidak senang?". Tanya Antonio dan membuat hati ku kalut.

"Hari ini aku harus memulai sandiwara didepan kakak ku, bahwa kau memang kekasih nya bukan aku". Kata adik ku dengan nada ketus.

Aku mematung bagai tersengat listrik mendengar apa yang baru saja adik ku katakan. Aku bagai dalam api yang siap menyambar.

Aku tak mendengar suara apa-apa lagi hanya terdengar suara kecupan.

Saat itu aku berharap aku tak pernah mengenal mereka. Dari jendela kamar adik ku, aku melihat Antonio menundukan wajah nya pada wajah adik ku. Mereka berciuman.

Baju basaha yang ku kenakan bahkan terasa panas. Aku bergegas pergi dan tak akan menengok ke arah rumah itu meski seluruh orang menarik ku kembali kesana aku tak akan pernah kembali.

Aku rasa hidupku memang ditakdirkan untuk terus dikelilingi kesedihan saat bersama adik ku.

Aku memutuskan untuk hidup selamanya di Pourt menikmati cuaca mendung yang sesuai degan hati ku. Sore itu, dikedai kopi milik Heyna. Satu-satunya sahabatku kini. Aku harus mencari kebahagiaanku sendiri, dan tak akan aku mengusik kebahagiaan adik ku dengan Antonio meski hal itu membunuhku. Aku tak akan memaafkan mereka.

Cerpen by Nur Azizah L.

Nantikan cerpen ke 2 sister's love
Nb : boleh share jika cerpen ini menarik sertakan credit dr penulisnya yaa

Continue reading Sister's Love